Beranda Ulvia

potret | rekam | kata

Jumat, 22 Februari 2013

BIPA dan Jurnalistik




Keduanya adalah pilihan penjurusan di semester lima nanti. BIPA--Bahasa Indonesia Penutur Asing, sederhananya, mengarahkan kita untuk mengajarkan bahasa indonesia kepada para penutur asing. Masih setubuh dengan keguruan. Juga masih bersinggungan dengan pengembangan model/metode pembelajaran yang variatif. Bedanya, objek pembelajarannya orang luar. 

Secara implisit, lagi-lagi kita dibentuk untuk menjadi pendidik yang handal. Capaian jangka panjang yang sangat menggiurkan dalam bidang ini adalah mengajarkan bahasa Indonesia di luar negeri. Siapa yang tidak mau? Terlepas dari iming-iming gaji besar dan pelayanan yang memuaskan, ada rasa bangga tersendiri, jika kelak diberi kesempatan menjadi pendidik di luar. Akan ada berjuta pengalaman dan cerita. Ah, ini ambisi pertama saya kuliah di sini.

Karena pada dasarnya BIPA ini termasuk favorit, pasti akan banyak saingan di tengah banyaknya peluang. Kabar yang beredar, cukup banyak tenaga pengajar yang dibutuhkan, sementara sumber daya manusia masih kurang. Tapi yang harus digarisbawahi adalah dinamika kompetisi akan terasa di sini, kalau kamu benar-benar ingin sampai ke capaian jangka panjang, kamu harus benar-benar berjuang. Saya mungkin terlalu pengecut karena mempermasalahkan hal ini.

***

Jurnalistik, semacam keterampilan tambahan yang bisa dipilih para calon guru. Dengan jurnalistik, fakta bicara. Dan menariknya, jurnalistik dan sastra masih bersinggungan. Keduanya sama-sama media pengungkapan, ketika kamu tidak bisa bicara. Di sini, keterampilan menulismu akan diasah. Akan ada tekanan untuk meloloskan tulisanmu ke media. Dan lagi, seperti kata Pram, kamu akan lebih dicintai karena kamu menulis, sebab menulis adalah kerja untuk keabadian.

Sebagian orang menganggap bahwa jurnalistik itu mudah. Tidak perlu belajar pun kita bisa ambil bagian. Tapi pada dasarnya, hasil pembentukan proses belajar secara langsung dan terfokus akan berbeda dengan hasil belajar otodidak dan semaunya. 

Karena dianggap mudah, maka peminatnya sedikit. Kabar baiknya, kamu tidak perlu sampai jungkir-balik untuk mencapai indikator kesuksesanmu. Jika kamu tidak bisa unggul dalam bidang favorit, setidaknya kamu mesti unggul dalam bidang lain. Itu saja.

Jadi, apa yang akan saya pilih nanti?






3 komentar:

  1. Assalamu'alaikum wr. wb.
    Istikhorah dulu neng, hayu...
    menentukan pilihan itu sangat sulit..
    tetapi yakinlah bahwa apapun yang kita pilih nanti, itu adalah yang terbaik ^_^
    aamiin

    _n3n_

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wa'alaikumsalam wr.wb
      iya teteh, apapun, insya Allah yg terbaik O:)

      Hapus
  2. Akhirnya ngambil apa teh? Saya kebetulan mahasiswa bahasa indonesia, sebentar lagi naik semester 5, saya juga bingung seperti teteh mau ngambil jurusan apa hehe

    BalasHapus

sila berkomentar :)

Diberdayakan oleh Blogger.

Let's be friends!

>> <<