Beranda Ulvia

potret | rekam | kata

Jumat, 02 November 2012

Cinta Selepas Ombak

 random googling

Cih perasaan ini lagi. Wajahnya merengut seketika, membuat lelaki di hadapannya melipat kening.  Lantas ia memicing menatap gadis itu dengan kepala miring. Apa yang salah? pikirnya. Bukankah tadi ia hanya menanyakan keadaan gadis itu? Kenapa air mukanya berubah seketika?

“Kamu kenapa, Mi? Sakit?” tanyanya sambil melambai-lambaikan tangan tepat di depan mata gadis yang tiba-tiba mematung itu. Sesaat Mia bereaksi.

“Oh, nggak apa, aku pulang dulu ya,” jawab Mia terburu-buru.

“Bentar. Kamu sakit ya? Muka kamu pucet gitu." 


Tanpa sadar Mia menghela napas panjang. Ia menggigit bibir seperti sedang berpikir lalu mengedarkan pandangan melihat lorong kampus yang mulai sepi. Kelas-kelas lain tak berpenghuni. Yang penuh sesak hanya kelasnya, maklum kuliah semester ini jadwalnya berantakan. Kelas dimulai pagi-pagi dan diakhiri sore hari. Jeda panjang di pertengahan membuat teman-temannya sering memaki.

“Mia? Bengong lagi.” Yoda mendecakkan lidah lalu lamat-lamat menatap Mia yang sedari tadi diam. Detik berikutnya ia mengalihkan pandangan karena tiba-tiba ia tidak mampu menatap Mia lama.

“Minggir heei kalian ngapain di depan pintu begitu? Mi, mau pulang nggak? Yuk?” ajak Lita seketika menghalangi jarak pandang Yoda pada Mia.

“Oh, ayuk.” Mia langsung bersyukur Lita muncul di hadapannya. Dengan cepat ia pamit pada Yoda.

"Bentar hey, kamu belum jawab pertanyaan aku. Kamu sakit, Mi?" tanya Yoda dengan raut wajah khawatir.

"Nggak apa, Yoda!" sahut Mia sedikit kesal.
 
*
“Kalian pacaran?” tanya Lita sepanjang perjalanan menuju kosan. Mia enggan menjawabnya karena memang tidak ada yang mesti dijawab. Ia hanya sibuk menganggumi awan sore itu, yang dengan indah menyembul dibalik gedung-gedung perkuliahan.

“Mia, Jawab hey!” Lita memekik tepat di daun telinga Mia. Membuat gadis itu bergeser menjauh lalu mendengus sebal.

“Apa sih, Ta?” katanya judes.

“Jawab dong! Kamu pacaran sama Yoda? Kok aku lihatnya Yoda selalu bersikap beda ya sama kamu?”

Yoda lagi. Mia memutar bola matanya lalu menjawab sekenanya. “Aku nggak pernah pacaran sama dia. Dia emang selalu baik sama semua orang kok. Kamu juga tahu itu.”

“Tapi dia tetep beda sama kamu.”

“Itu menurut kamu kan? Menurut aku sama aja," tukas Mia sebal.

 “Tapi kalau dia punya perasaan lebih ke kamu gimana?”


*

Kalau dia punya perasaan lebih ke kamu gimana?

Cih, bagaimana bagaimana? Bukannya sudah jelas dia itu memang selalu baik sama semua orang?

Malam itu Mia mendadak uring-uringan. Alam bawah sadarnya tiba-tiba membawanya menyelami pikiran Yoda. Apa iya?

Tolong kondisikan nyalang matamu, karena tiba-tiba saja ia membuat hatiku malu—dan akhirnya terpikirkan yang tak perlu.
*
Seperti biasa pagi itu Mia berjalan sendirian menuju kampus. Langit pagi itu biru bening. Awan-awan menyingsing seperti deburan ombak di sisi pantai. Udara masih sejuk dan semangatnya terpompa seketika.

“Mi, udah baikan?” tanya Yoda, seketika langsung mengekor Mia.

Mia hanya bergumam tidak jelas sambil menunjukkan wajah dingin.

“Kok cuma ‘hmm’?”

“Terus?” tanya Mia datar.

“Kamu kenapa sih? Salah minum obat?”

Mia mendecakkan lidah kemudian air mukanya berubah serius. “Yoda, berhenti bersikap kayak gini."

“Sikap gimana?” tanya Yoda sambil menatap Mia lama. Seketika Mia mengalihkan pandangannya.

“Bisa kan bersikap biasa sama aku?”

“A-apa? Kenapa sih, Mi? Aku nggak paham.”

“Aku nggak suka kamu berlagak polos gitu. Kamu cukup bilang iya, dan batasi diri kita masing-masing,” desis Mia namun tegas. Sorot matanya tajam dan memang menunjukkan ketidaksukaannya. Setelah semalaman ia dibuat tidak bisa tidur gara-gara Yoda, sekarang ia harus bersikap tegas pada lelaki ini. Juga pada dirinya.

Yoda seketika diam. Ekspresinya tidak terbaca. 

“Oh, oke, kamu udah tahu ya. Tapi kamu tetep harus denger ini, aku sayang sama kamu, apa salah? perasaan adalah perasaan, Mi. Aku nggak bisa bohongin perasaan aku," desis Yoda lalu menghela napas panjang. "Setelah ini, terserah, anggep aku nggak pernah ngomong apa-apa.” lanjutnya lalu beringsut menjauhi tempat duduk Mia.

Mia terpaku. Hatinya terasa ditampar. Tapi ia tidak bisa menghindar. Bukankah ini yang ia inginkan?

*
Hari-hari menjadi begitu lamban. Mia merasa semua tidak sama lagi. Setidaknya ia merasa ada yang berubah. Ia cenderung suka merenung. Menghindar dari hingar-bingar kelas yang menurutnya sudah tak membaur. Ia lebih banyak menghabiskan waktunya dengan sahabat-sahabatnya, berkegiatan di kampus sampai lelah.

Padahal yang lain masih sama, bahkan Yoda—yang ia kira akan berubah—masih sama. Ia  masih suka berceloteh dan guyonan dengan teman-teman sekelas. Ia masih suka berdiri di depan kelas dan bicara banyak hal. Satu yang berbeda, titik fokus Yoda sekarang tidak lagi mengarah padanya. Bukankah ini yang Mia inginkan? Kenapa ia merasa ditinggalkan?

“Kenapa akhir-akhir ini kamu terlihat murung, Mi?” tanya Nida ketika mereka sedang nongkrong di kantin, menunggu perkuliahan selanjutnya.

“Nggak apa, Nid,” jawab Mia sambil meringis kaku.

“Baru putus? Hehe,” tebak Nida sambil menyeringai lebar.

“Apaan sih, Nid. Kamu kan tahu, aku lagi menghindari komitmen itu, seperti kata kamu.”

“Terus kenapa?”

Akhirnya mengalirlah cerita-cerita tentang Yoda.

“Kamu masih belum yakin ya? Sikap kamu ke Yoda nggak salah kok. Tindakan yang kamu ambil udah bener, tinggal mantepin hati kamu. Dari cerita juga udah tergambar kok kalau Yoda bukan lelaki yang baik buat kamu. Kalau emang dia lelaki yang baik, dia nggak akan bersikap seperti itu sama kamu. Dia bakal menghargai perasaan kamu dan menjaga perasaannya, sampai waktu yang tepat."

Mia tersenyum kecut.

“Sekarang, lepasin Yoda. Tinggalin dia di belakang, lupain aja yang kemarin. Selanjutnya, tata ulang hidup kamu, perbaiki diri kamu. Kelak, pangeran surga ada di masa depanmu. Sekarang dia lagi berusaha memperbaiki dirinya buat kamu. Hayu, biar kamu udah siap pas dia jemput nanti,“ lanjut Nida sambil mengerlingkan mata pada Mia.

“Pangeran surga? Haha,” desis Mia geli. Tapi sontak pipinya memerah. Ia menggangguk-angguk pelan dan tidak bisa berkata apa-apa. Sekarang ia yakin. Yoda mungkin hanya angin yang tak sengaja lewat dan mengerlingkan hatinya sesaat. Biar saja ditinggalkan bersama kenangan, bukankah pada hakikatnya cinta adalah melepaskan?

Dan seperti ombak, ia akan kembali menepi, jika memang ia yang sejati.

NL, 2012.

1 komentar:

sila berkomentar :)

Diberdayakan oleh Blogger.

Let's be friends!

>> <<