Sejauh kau pergi, di mana pun kau kini,
kita berada di bawah lengkung langit yang sama
Riak rinduku melurubi seluruh samudera dera
Tidakkah kau tahu, dalam buku batinku terguris namamu?
Huruf-huruf pucat yang merembaka sebagai nubuat
Kadang, ketika halaman putihku penuh olehmu,
aku ingin meniru pohon yang gugur daun,
mendamba hujan yang meluruhkan kenangan
Sampai jiwaku kuyup, kelopakku kuncup
Sedang kau menjelma gema, menggelimang
kesepianku yang menggeliat gamang
Kata-katamu, kau tahu, kadang bunga biru rumpun perdu,
sesekali belati yang membelai belikat hati
Membuatku mekar, gemetar
Dan bungaku luruh saat belatimu menyentuh
Layu. Luka. Di hatiku kau terpahat, mungkin tak kekal,
tapi biarlah kuingat tanpa sesal
Jika kelak kau kembali,
tiap kata telah memilih maknanya sendiri
Mungkin tak lagi kaukenali
Kau bukan penyair culas, kekasih
Cuma penyihir yang melintas ketika aku ringkih
Atau, kau pengembara yang gampang terkesima
Menyusur lintang bibir bagian bagai alur sungai di padang pasir
Hanyut aku dalam arusmu
Lalu bersama kita menguap sebagai fatamorgana,
mendekap harap sungguhpun fana
Atau terberai jadi kerikil, meratapi yang mustahil
(kompas, minggu, 24 februari 2013)
0 tanggapan:
Posting Komentar
sila berkomentar :)