Beranda Ulvia

potret | rekam | kata

Selasa, 30 September 2014

Bu, Aku Ingin Cerita

Setelah ini, aku janji tidak akan cerita apa pun lagi. Aku akan mengunci rapat-rapat mulutku jika kelepasan cerita tentang ia. Seperti yang selalu kaubilang, aku harus menjauhinya. Permintaanmu ini belum bisa kupenuhi, Bu, karena aku merasa tidak pernah mendekatinya. Jadi kupikir, aku tidak perlu menjauhinya pula. Yang akan kulakukan adalah aku harus berhenti. Aku akan berhenti memandangnya dengan cara yang berbeda. Aku harus melepas kaca mata buram yang selama ini menutupi mataku.

Aku akan melihatnya sebagai lelaki pada umumnya. Supaya menimbulkan efek jera, akan kutambahkan pandangan jujurku tentangnya. Tanpa ada kecenderungan yang membuat ia terlihat sempurna. Ia, seorang lelaki biasa yang suka melakukan banyak hal, banyak lupa, dan banyak bicara. Seperti yang selalu kaubilang, kecenderungan orang yang banyak bicara akan sulit mendengarkan. Ia akan meminta untuk didengar ketimbang mendengarkan. Ia pun akan memunculkan aibnya sendiri—jika kelepasan bicara banyak hal. Begitulah ia, Bu. Belum lama mengenalnya, aku sudah melihat ia beberapa kali membuka aibnya sendiri.

Sebelumnya, keberpihakanku padanya melewati ambang batas normal. Sudah kutarik lagi beberapa inchi hingga ia kembali pada titik normal. Aku tidak mau melulu memaklumi salahnya. Jika ia salah, aku akan mengatakan dengan gamblang bahwa aku tidak menyukai perbuatannya. Aku tidak ingin dia merasa selalu paling benar. Bukan untuk kebaikannya, tapi untuk kebaikanku juga: agar aku bisa membuka mata dan bersikap biasa padanya. Aku tidak akan menelan bulat-bulat ucapannya. Ada banyak maksud tersembunyi dan disembuyikan dari apa yang ia utarakan.

Dan aku sudah memutuskan. Aku akan berhenti memakai kaca mata. Sudah kulepas ia dari kedua mataku. Sudah kukemas bingkai kaca mata yang membuat pandanganku berbeda. Aku akan selalu menjadi anak perempuanmu yang patuh, Bu. Aku tidak akan memperjuangkan (si)apa pun yang tidak layak kuperjuangkan. Lebih baik aku memperjuangkan diriku menjadi yang layak diperjuangkan. Entah sesiapa orang yang akan memperjuangkanku kelak, aku akan memperjuangkan ia: dengan cinta yang kujaga utuh untuk-Nya.
Perasaan yang tak sengaja kuterbangkan itu kini letus cuaca, Bu. Biar angin membawa serpihannya menuju langit yang entah. 

21:22

0 tanggapan:

Posting Komentar

sila berkomentar :)

Diberdayakan oleh Blogger.

Let's be friends!

>> <<