Beranda Ulvia

potret | rekam | kata

Senin, 30 November 2015

Rinduku Rindumu



Sudah berbulan-bulan kala kautinggalkan pesan singkat yang ragu kaurindu. Sebagai penanda kau masih menjadi lelaki yang membingkai sunyi--sendiri. Pada surat-surat tanpa nama dalam ingatan di kepala--terpeta jarak panjang perjalanan yang belum sampai. 

Meski di sepanjang jalan kita tak pernah beriringan. Namun sesekali, kau gemar mengajakku berbincang tentang malam, langit, dan cuaca yang tak bisa kita terka. Di antara perbincangan-perbincangan rahasia, kau kenal aku sebagai perempuan yang akrab dengan kerelaan-kepergian. Sebab kedatangan setelah kepergian adalah rindu yang kembali dengan keras kepala.

Lantas aku memintamu pergi, meski tak benar-benar. Pergi dan kenakan rindu yang lusuh. Sebab kini, yang akan kaudapati hanyalah aku yang gagu mengeja waktu. Dari purnama hingga purnama namamu kelam dalam bayang-bayang. Tetapi malam tadi, kau menyambangiku lewat mimpi, membawa sebuket mawar putih yang kusuka. Kau bawa aku menyusuri jalan kenanga, seperti memutar ulang rekaman sepia.

--apakah ini penanda bahwa rindumu benar-benar keras kepala? sementara rinduku masih peragu yang tabah mengakrabi gelisah.

11/2015

0 tanggapan:

Posting Komentar

sila berkomentar :)

Diberdayakan oleh Blogger.

Let's be friends!

>> <<