Beranda Ulvia

potret | rekam | kata

Selasa, 05 Januari 2016

Pelajaran Baru

Menjaga idealisme itu sukar. Melepas yang hampir tergenggam bukan perkara gampang. Meninggalkan apa-apa yang tampak menjanjikan butuh penerimaan yang panjang. Bangkir dari titik nadir itu tidak mudah. Tapi hidup adalah pembelajaran sepanjang masa, kan?
Dalam hidup, kita selalu dihadapkan dengan pilihan-pilihan, entah sederhana atau rumit. Setiap keputusan yang kita ambil akan mempengaruhi jalan hidup selanjutnya. Dan, setiap pilihan mengandung risiko. Ada konsekuensi dari setiap keputusan, entah memilih pekerjaan, tempat tinggal, atau pendamping. Hal yang menyesakkan adalah jika konsekuensi dari keputusan kita berimbas pada kekecewaan orang tua.

 
Ketika dihadapkan dengan penolakan, rasa sia-sia, atau putus asa. Kita pasti merasa kecewa. Tapi, ada yang merasakan kecewa berkali lipat, sedih yang tampak, dan usaha penerimaan yang menyesakkan. Ya, orang tua akan merasa lebih gagal ketimbang anaknya yang gagal. Orang tua akan kecewa ketika kita memupuskan harapan besar yang tertaruh di pundak kita. Setiap orang tua menaruh ekspektasi berlebih atas diri kita dan masa depan. Aku menyesal. Ya, tentu terlintas pemikiran itu. Tapi, menyesali keputusan yang sudah kubuat tidak akan menjadikannya kembali kan?
Bu, melepas yang hampir tergenggam itu tidak mudah. Meninggalkan apa-apa yang tampak menjanjikan juga bukan perkara yang gampang. Apalagi bangkit dari titik nadir. Hari ini aku mengecewakanmu atas keputusan yang kubuat. Mungkin rasa kecewaku tidak sebesar kecewamu. Tapi hari ini aku berjanji... akan berusaha membahagiakan dan membanggakan engkau dengan cara yang baik. Agar kelak tidak bertentangan dengan 'idealisme'-ku. Ya, aku salah karena telah mengabaikan perasaanmu. Kata maaf sepertinya tak cukup untuk menebus rasa kecewamu.

Apa-apa yang kujanjikan untukmu, akan kutunaikan dengan jalan yang sudah kupilih. Mungkin sekarang belum saatnya. Aku akan membahagiakanmu dengan cara yang membanggakan. Bukan perkara kesenangan dunia saja. Lebih dari itu, aku ingin keberkahan. Bu, maafkan aku, karena sampai hari ini... aku belum bisa membuatmu bangga menyebut-nyebut namaku. Nanti, akan kubuktikan bahwa harapan, doa yang kautanam akan mewujud nyata menjadi aku di masa depan--dengan keridaan-Nya. Aamiin.

0 tanggapan:

Posting Komentar

sila berkomentar :)

Diberdayakan oleh Blogger.

Let's be friends!

>> <<