Beranda Ulvia

potret | rekam | kata

Senin, 14 Maret 2016

Menaklukan Diri Sendiri

Bagaimana pun, memenangkan hati sendiri tidak pernah mudah. Mengalahkan diri sendiri bukan perkara yang gampang. Bisa dibilang hal yang paling sulit dilakukan oleh diri bukanlah bersaing dengan orang lain, tapi menang mengalahkan ketakutan dalam diri. Kalau saja bisa dibuat sederhana, kita mestinya bisa bersepakat dengan diri untuk jujur mengungkapkan apa yang diinginkan, kemudian berani melangkah untuk mewujudkannya. Melawan ketakutan-kekhawatiran-keraguan dalam diri.

Maka dari itu, untuk melangkah dibutuhkan keberanian yang ekstra. Berani mengambil risiko lah, berani keluar dari zona nyaman lah, berani menjaga komitmen lah, dan lainnya. Hasilnya pun, belum bisa kita terka. Jadi perjuangan yang telah kita lakukan mestinya memang perlu diniatkan suka rela saja: melakukan karena ingin dilakukan. Jika pun hasilnya akan berbeda dari harapan kita, setidaknya kita sudah berani memperjuangkan apa yang diinginkan.

Idealnya, tiap kita mesti bisa menaklukan diri sendiri. Entah dari rasa malas yang berkepanjangan, ketakutan yang menahan kaki untuk melangkah, kekhawatiran akan masa depan yang berlebihan, dan sebagainya. Tapi, tiap-tiap kita tentu pernah mengalami masalah intrapersonal--masalah dalam diri, adanya perbedaan antara ideal-self dan factual-self. Halah njelimet tho.  

Daaan, kehidupan pasca kampus makin membuat jarak antara ideal-self dan factual-self terbentang. Kehidupan pasca kampus berjalan sangat lambat, seperti terkurung rutinitas. Konsep ideal-self yang dibangun akhirnya (nyaris) terlupakan. Impian-impian pun seolah takkan tergapai, karena memang sedang tidak berproses menuju sana. Ya, mengesampingkan impian. Hidup untuk hari ini. Parahnya, ini membuat diri tak punya target dan akhirnya jalan di tempat. Menyedihkan...

Belum apa-apa, saya sudah kalah dengan diri sendiri. Tidak lagi berani jujur terhadap apa yang diinginkan. Terlalu banyak penerimaan yang bertubi-tubi meminta diri untuk merelakan. Akhirnya, merasa cukup dengan apa yang sudah dimiliki menjadi solusinya (meski sepatutnya hal ini adalah baik, jika saja saya masih berani melangkah-bertumbuh). Nyatanya stagnan, tidak ada perkembangan yang berarti. Terlalu ambisius memang tidak baik, tapi tak berambisi apa-apa juga bukan pilihan yang baik.


Tidak bisa dimungkiri, kehidupan pasca kampus pun mengajari saya untuk mensyukuri hal-hal kecil, menciptakan kebahagiaan-kebahagiaan kecil, menghargai waktu-waktu kebersamaan. Sebab kebahagiaan bukan melulu soal capaian materi (yang tampak) kan? Saat kita bisa membahagiakan orang lain pun, kita bisa ikut bahagia. 

Setelah tulisan ini selesai, saya hanya ingin membebaskan hati. Mencoba jujur pada diri sendiri, fokus menata diri, memperjuangkan apa-apa yang layak diperjuangkan, kemudian (mencoba) memenangkan hati sendiri. Saya akan berjalan menuju masa depan.

Fighting!


0 tanggapan:

Posting Komentar

sila berkomentar :)

Diberdayakan oleh Blogger.

Let's be friends!

>> <<