Beranda Ulvia

potret | rekam | kata

Selasa, 26 Januari 2016

Menjalani Pilihan

...dan, hidup kita pasti akan mengalami perubahan. Suka, tidak suka. Sebab perubahan adalah keniscayaan.
Menjalani pilihan (orang tua), nyatanya tidak sesulit yang dibayangkan sebelumnya. Di awal langkah pasti terasa berat dan selalu saja terbayang pemikiran semacam 'seandainya dulu...' Namun, di sini saya akhirnya menemukan proses pendewasaan. Ya, benar saja, mungkin Allah ingin menempa saya. Saya menemukan titik tolak perubahan diri, entah itu cara pandang atau hal lainnya.

Ada banyak hal yang tidak saya ketahui sebelumnya -meski sekarang pun, saya masih tidak tahu apa-apa-. Di sini, saya dipertemukan dengan perempuan-perempuan kuat yang memberikan hikmah. Bercengkerama dengan mereka, saya (dipaksa) sepakat, mengamini hal-hal mengenai bagaimana-perempuan-seharusnya. Perihal seorang perempuan sebagai fitrahnya dan hal-hal kompleks yang melingkupinya.


Perempuan itu butuh ketegasan dan kecerdasan, bukan label yang melekat pada dirinya--dari yang tampak atau sengaja diumbar. Meski hal ini, sayangnya, menjadi penilaian pertama seseorang. Perempuan yang cerdas bisa menjaga dirinya--setidaknya dari sedikit yang ia ketahui-- ia akan lebih menghargai dirinya. Bukan untuk menyaingi lelaki. Ranah perjuangannya pun berbeda. Perempuan butuh belajar, berpendidikan setinggi mungkin, untuk menjadi sekolah pertama bagi anak-anaknya. 

Perempuan itu mesti mengetahui apa yang dia inginkan dan bagaimana memposisikan dirinya sebagai seorang perempuan--tanpa melupakan dirinya yang sedang ia perjuangkan. Perempuan mesti mandiri, meski kelak didampingi seseorang yang akan memenuhi hak-haknya. Perempuan mesti menghargai dirinya dengan tegas dalam berprinsip-tindak, namun tetap lembut dalam bertutur.

Meski perempuan adalah kaum yang didominasi perasaan, hidup bukan melulu soal perasaan, dear. (Saya bilang begini karena perempuan lebih banyak baper-nya, halah). Hal-hal yang membuat galau-baper-atau-apalah hari ini, tidak akan membuat duniamu runtuh. Apa yang kamu khawatirkan hari ini, kamu terlalu takut untuk mengingatnya: tentang kesalahan di masa lalu, tentang lika-liku ke-baper-an itu, anggap saja sebuah proses yang perlu dilewati. Kelak, hal-hal macam itu tidak lagi membikin baper ketika diingat. Percayalah.

Ada yang lebih penting untuk kamu urusi, perihal hidupmu. Untuk apa kamu ada dan tujuanmu berada di sini. Hidup kamu adalah untuk ibadah kan? Hidup kamu adalah ranah juangmu untuk memberikan kebermanfaatan. Hidup kamu mesti dijalani dengan caramu--dengan dibimbing Allah. Hidup kamu perlu dihidupkan dengan kebaikan.

Dalam hidup, kamu akan menemukan pembelajaran yang panjang. Percayalah, kelak, galau a la anak SMA bukanlah apa-apa. Kelak, tugas-tugas kuliah yang mencekam deadline bukanlah masalah besar. Kelak, ceriwis orang-orang mengenai kamu dan hidupmu hanya perlu didengar dan diberikan senyuman. Kelak, akan banyak ujian yang datang sesuai tingkat kedewasaan. Proses menuju sebenar-benarnya sabar. Proses menemukan sebenar-sebenarnya kesyukuran.
Jadilah perempuan dewasa yang kuat, cerdas, dan mandiri, hey saya. Jadilah perempuan yang dapat mengatur diri agar dapat memperjuangkan hal-hal yang layak diperjuangkan. Jadilah perempuan yang rendah hati dan penuh kesyukuran. Sibukkan dirimu dengan berkhidmat kepada Pencipta, hey saya, mintalah cinta dan rida Tuhan dalam segala hal. 
 Meracau tengah malam, 27 Januari 2016

0 tanggapan:

Posting Komentar

sila berkomentar :)

Diberdayakan oleh Blogger.

Let's be friends!

>> <<