Beranda Ulvia

potret | rekam | kata

Minggu, 24 April 2016

Kisah #3: Rindu

Seperti yang diceritakan Gendis kepadaku...

Dan, sejak pertemuan kita yang tak disengaja. Sejak saat itu, aku merasa kau berusaha menjangkauku kembali. Kau mencariku, menghubungiku--meski ragu dan tak banyak kata. Sebab sudah berbulan-bulan lamanya kita tak saling menyapa. 

Aku masih perempuan yang sama. Aku membalas pesan-pesanmu sekadarnya, pendek-pendek. Tapi aku bahagia. Itu saja. Meski entah kenapa, sebetulnya aku ingin bicara padamu lebih banyak dari biasanya. Aku tidak ingin percakapan kita sependek itu, sebab kau masih punya cinta yang panjang kan? Atau mungkin sekarang tidak lagi...

Iya, aku tahu, kau sudah terlalu lama memendam. Mungkin saat ini, kau sudah melewati batas kesabaranmu menunggu. Tapi kau tahu, di ujung sabarmu itu, ada aku yang mulai melihat apa saja ketulusan yang kautinggalkan. 
Dan, aku tidak pernah merasa begitu dicintai seperti yang kaulakukan padaku. Jika dicintai olehmu adalah saat aku menjadi kebahagiaan untukmu, kini aku menyerah saja. Aku tidak lagi ingin mencari kebahagiaanku sendiri. Jika aku mesti berhenti dan menjadi alasan bahagiamu, aku ingin berhenti saja. Jika Tuhan menginginkan aku menjadi salah satu alasan bahagiamu.

Aku pernah memendam perasaan pada seseorang dalam waktu yang lama. Sayangnya orang itu bukan kamu. Tapi aku tak sesabar kamu menjaga. Aku menyerah pada ketidakmampuanku mencintai dengan terlalu.

Aku tahu bagaimana rasanya kamu menunggu agar aku menyadari keberadaanmu. Aku tahu bagaimana rasanya menahan nyeri sendiri ketika mendengar alasan bahagianya adalah bukan karenamu. Aku tahu bagaimana kamu mesti berhati-hati, seperti juga aku yang sangat berhati-hati agar ia tidak mengubah sikapnya terhadapku. Aku tahu, Dan. Sangat tahu. 

Mungkin Tuhan sedang membalas setiap sikapku padamu melalui orang lain. Mungkin Tuhan ingin membuka mataku. Selama bertahun-tahun aku memendam perasaan pada seseorang, ada yang lebih lama bertahan dan setia pada penantiannya untukku. Ada yang selalu memiliki hati untuk tempatku pulang: kamu, aku menyerah padamu. Jika dicintai olehmu bisa membuatmu bahagia, aku pun turut bahagia... jika saja kau mau memperjuangkanku (sekali lagi).
Tapi, Dan, jika kau sudah menemukan perempuan lain yang menjadi tujuanmu, bergegaslah. Jemput ia menjadi perempuan yang bahagia. Sebab tujuan itu ada di depan, bukan di belakang. Aku hanya bagian dari masa lalumu, kan? :')

Ah ya, bagaimana kabarmu? Semoga di sana kau baik-baik saja. Di sini aku baik, hanya tiba-tiba saja merindukanmu. 


0 tanggapan:

Posting Komentar

sila berkomentar :)

Diberdayakan oleh Blogger.

Let's be friends!

>> <<